MENU

Selasa, 25 Maret 2014

Asal-Usul Gunung Urung Desa Munggut Kecamatan Padas Ngawi

Asal-Usul Gunung Urung Desa Munggut Kecamatan Padas Ngawi

Gunung Urung terletak di Desa Munggut Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Gunung ini terletak tepat di sebelah utara jalan Raya Ngawi-Caruban atau di sebelah barat Puskesmas Padas. Lokasinya sangat berdekatan dengan jalan raya. Jadi, apabila kita melewati jalan raya ngawi-Caruban, pasti melewati Gunung urung ini.
Gunung Urung yang dalam bahasa inidonesia berarti Gunung yang belum jadi. Urung = Belum. Menurut salah seorang warga yang rumahnya tepat disamping gunung ini mengatakan dan menjelaskan sejarah terjadinya Gunung Urung di Desa Munggut, bahwa Gunung ini terjadi sejak zaman nenek moyang yang pada saat itu tiba-tiba saja muncul sebuah Gunung yang memanjang sepanjang 200 m ke sebelah utara. "Gunung iki ujuk-ujuk metu dewe mas, tapi pas gunung iki urung dadi, dumadakan ono wali lewat sing ndadekake gunung iki ora kaya gunung umume. Gununge dadi ora dhuwur, nanging dawa." Kata warga yang saya wawancara yang kebetulan sebagai pemilik tanah (gunung) yang sekarang ia jual kepada tetangganya itu. Kalo diterjemahkan kedalam bahasa indonesia berarti ;
Gunung ini tiba-tiba muncul, tetapi ketika gunung ini belum jadi, tiba-tiba ada seorang wali lewat, sehingga membuat gunung ini tidak seperti gunung pada umumnya. Gunungnya tidak tinggi tetapi memanjang. Warga ini bercerita dengan nada setengah gemetar dan tidak mau bercerita yang lebih lagi, katanya takut.
Maklum, dunia mistik sangat erat berkaitan dengan kehidupan warga.
Status kepemilikan Gunung ini adalah milik pribadi, karena  berada pada tanah pribadi, yaitu milik Ibu Fatimah yang rumahnya berada di samping Gunung Urung ini. Gunung ini dahulu sepanjang 200 m, tetapi karena sering di gali dan dijual (sebagai tanah urug), gunung ini hanya tinggal 10 m. Gunung ini ditumbuhi pohon beringin besar yang seolah membuat Gunung ini nampak menyatu dengan akar beringin.
Ada hal aneh yang juga menjadi cerita warga sekitar Gunung Urung ini. Adalah beberapa meter ke sebelah timur Gunung ini, merupakan tempat tinggal Ular Naga Ghaib yang bertubuh Raksasa. Beberapa warga mengaku pernah melihat Ular Raksasa ini. Karena hal inilah Jalan Raya yang kebetulan menjadi Sarang Ghaib Ular Raksasa ini tak dapat untuk di aspal. Meski pemerintah setempat berulang kali memperbaiki Jalan raya ini, tetap saja selalu rusak dan ambles. Bahkan dengan cara di Paku Bumi pun sudah ditempuh, lagi-lagi ambles lagi. Salah seorang warga menuturkan bahwa, "Jalan Caruban-Ngawi yang tepat menjadi sarang Ular Naga Raksasa ini harus di pindah. Selama tidak dipindah, sang Naga tidak akan rela dan jalan akan tetap ambles, meski dengan alat cangggih sekalipun".
 Jika anda penasaran, silahkan kunjungi Gunung Urung ini sambil menikmati kedai minuman di bawah Gunung. Dengan suasana teduh, angin sepoi-sepoi siap memanjakan anda. Kesejukannya bisa membuat inspirasi anda muncul dan menyegarkan fikiran anda. Anda juga dapat menaiki Gunung ini dan melihat dari ketinggian suasana Jalan Caruban-Ngawi yang lalu lalang kendaraan bermotor. Selamat berkunjung dan Jangan lupa berikan komentar dan Klik like facebooknya sebagai dukungan dan kelangsungan blog ini. Terima Kasih..   BERIKUT FOTO_FOTONYA :


ALAS KETONGGO

Alas Ketonggo, adalah hutan dengan luas 4.846 meter persegi, yang terletak 12 Km arah selatan kabupaten Ngawi. Jawa Timur. Menurut masyarakat Jawa, Alas Ketonggo merupakan salah satu dari kedua alas-angker / “wingit” di tanah Jawa.

Disana terdapat kerajaan makhluk-halus, begitu menurut masyarakat. Sedangkan satu hutan lainnya adalah, Alas-Purwa di Banyuwangi. Alas Purwa disebut dengan “Bapak”, sedangkan Alas Ketonggo disebut dengan “Ibu”.

Alas ketonggo ini pernah dijadikan rujukan telesinema horror Angker Batu (Bukan Angker Batu Fiktif Film Jelangkung Di Jawa Barat). Berikut adalah Sinopsis Sinema Angker Batu ; SINOPSIS

- Sinopsis dibawah ini terakhir kali diedit oleh evi Widiarti pada tanggal 13 June 2008 13:50:55 -

Alas Ketonggo itu tempatnya angker, Mas. Medeni. Dalam bahasa Jawa-nya jalmo mara jalmo, jalmo mati, kata Warno memecah kesunyian.

Yudha meliriknya sebentar. Artinya? Artinya siapa yang berani merusak pasti mati....Manda, seorang reporter Voice of Korea, dan Rino, seorang kamerawan junior mendadak hilang secara misterius. Mereka hilang dalam mengemban tugas pertama di luar kota untuk meliput demo penduduk Angker Batu atas penolakan proyek raksasa di Alas Ketonggo, Jawa Timur.

Yudha, atasan Manda yang baru saja menikah, Kanaya, seorang reporter senior yang gila kerja, dan Warno, sopir kocak yang terobsesi menjadi seorang wartawan, melakukan pencarian terhadap Manda dan Rino.

Mereka menyusul ke lokasi Alas Ketonggo. Namun, alangkah terkejutnya mereka karena proyek itu sepi tanpa pekerja dan kota di dekat proyek telah ditinggalkan penduduknya secara misterius.

Anehnya lagi keadaan kota itu utuh tanpa kerusakan; lampu-lampu masih menyala, mobil-mobil diparkir sembarangan di jalan, dan hotel tempat mereka menginap masih lengkap perabotnya. Ke mana penduduk kota itu pergi? Apa yang sebetulnya terjadi terhadap kota itu? Berhasilkah Yudha, Kanaya, dan Warno menemukan Manda dan Rino?
Kota terdekat: Ngawi, Kota Madya Madiun, AMR GROUP - HANA DAE HWA
Koordinat:   7°30'6"S   111°20'22"E

ASAL USUL KOTA NGAWI 3

Sejarah Ngawi

A. ASAL- USUL NAMA NGAWI
Nama ngawi berasal dari “awi” atau “bambu” yang selanjutnya mendapat tambahan huruf sengau “ng” menjadi “ngawi”. Apabila diperhatikan, di Indonesia khususnya jawa, banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang dikaitkan dengan flora, seperti : Ciawi, Waringin Pitu, Pelem, Pakis, Manggis dan lain-lain.
Demikian pula halnya dengan ngawi yang berasal dari “awi” menunjukkan suatu tempat yaitu sekitar pinggir ”Bengawan Solo” dan ”Bengawan Madiun” yang banyak tumbuh pohon “awi”. Tumbuhan “awi” atau “bambu” mempunyai arti yang sangat bernilai, yaitu :
1. Dalam kehidupan sehari-hari Bambu bagi masyarakat desa mempunyai peranan penting apalagi dalam masa pembangunan ini.
2. Dalam Agama Budha , hutan bambu merupakan tempat suci :
- Raja Ajatasatru setelah memeluk agama Budha, ia menghadiahkan sebuah ” hutan yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan bambu” kepada sang Budha Gautama.
- Candi Ngawen dan Candi Mendut yang disebut sebagai Wenu Wana Mandira atau Candi Hutan Bambu (Temple Of The Bamboo Grove), keduanya merupakan bangunan suci Agama Budha.
3. Pohon Bambu dalam Karya Sastra yang indah juga mampu menimbulkan inspirasi pengandaian yang menggetarkan jiwa.
Dalam Kakawin Siwara Trikalpa karya Pujangga Majapahit ”Empu Tanakung” disebut pada canto (Nyanyian) 6 Bait 1 dan 2, yang apabila diterjemahkan dalam bahasa indonesia, lebih kurang mempunyai arti sebagai berikut :
- Kemudian menjadi siang dan matahari menghalau kabut, semua kayu-kayuan yang indah gemulai mulai terbuka, burung-burung gembira diatas dahan saling bersaut – sautan bagaikan pertemuan Ahli Kebatinan (Esoteric Truth) saling berdebat.
- Saling bercinta bagaikan kayu – kayuan yang sedang berbunga, pohon bambu membuka kainnya dan tanaman Jangga saling berpelukan serta menghisap sari bunga Rara Malayu, bergerak-gerak mendesah, Pohon Bambu saling berciuman dangan mesranya.
4. ”awi” atau ”bambu” dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia mempunyai nilai sejarah, yaitu dalam bentuk ”bambu runcing” yang menjadi salah satu senjata untuk melawan dan mengusir penjajah yang tenyata senjata dari ”bambu” ini ditakuti dari pihak lawan (digambarkan yang ”terkena” akan menderita sakit cukup lama dan ngeri).
Pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia ini ada juga ”bambu runcing” yang dikenal dan disebut dengan ”Geranggang Parakan”. Dengan demikian jelaslah bahwa ”ngawi” berasal dari ”awi” atau ”bambu”, Sekaligus menunjukkan lokasi Ngawi sebagai ”desa” di pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun.
B. PENETAPAN HARI JADI NGAWI
Berdasarkan penelitian benda-benda kuno, menunjukkan bahwa di Ngawi telah berlangsung suatu aktifitas keagamaan sejak pemerintahan Airlangga dan rupanya masih tetap bertahan hingga masa akhir Pemerintahan Raja Majapahit. Fragmen-fragmen Percandian menunjukkan sifat kesiwaan yang erat hubungannya dengan pemujaan Gunung Lawu (Girindra), namun dalam perjalanan selanjutnya terjadi pergeseran oleh pengaruh masuknya Agama Islam serta kebudayaan yang dibawa Bangsa Eropa khususnya belanda yang cukup lama menguasai pemerintahan di Indonesia, disamping itu Ngawi sejak jaman prasejarah mempunyai peranan penting dalam lalu lintas (memiliki posisi Geostrategis yang sangat penting).
Dari 44 desa penambangan yang mampu berkembang terus dan berhasil meningkatkan statusnya menjadi Kabupaten Ngawi sampai dengan sekarang.
Penelitian terhadap peninggalan benda-benda kuno dan dokumen sejarah menunjukkan beberapa status Ngawi dalam perjalanan sejarahnya :
1. Ngawi sebagai Daerah Swatantra dan Naditira pradesa, pada jaman Pemerintahan Raja Hayam Wuruk (Majapahit) tepatnya tanggal 7 Juli 1358 Masehi, (tersebut dalam Prasati Canggu yang berangka Tahun Saka 1280)
2. Ngawi sebagai Daerah Narawita Sultan Yogyakarta dengan Palungguh Bupati – Wedono Monconegoro Wetan, tepatnya tanggal 10 Nopember 1828 M (tersebut dalam surat Piagam Sultan Hamengkubuwono V tertanggal 2 Jumadil awal 1756 AJ).
3. Ngawi sebagai Onder-Regentschap yang dikepalai oleh Onder Regent (Bupati Anom) Raden Ngabehi Sumodigdo, tepatnya tertanggal 31 Agustus 1830 M.
Nama Van Den Bosch berkaitan dengan nama ”Benteng Van Den Bosch Di Ngawi, yang dibangun pada Tahun 1839 – 1845 untuk menghadapi kelanjutan Perjuangan Perlawanan dan serangan rakyat terhadap penjajah, diantaranya di ngawi yang dipimpin oleh Wirotani, salah satu pengikut Pangeran Diponegoro. Hal ini dapat diketahui dari buku ”De Java Oorlog” karangan Pjf. Louw Jilid I Tahun 1894 dengan sebutan (menurut sebutan dari penjajah) : ”Tentang Pemberontakan Wirotani di Ngawi”. Bersamaan dengan ketetapan ngawi sebagai Onder – Regentschap telah ditetapkan pembentukan 8 regentschap atau Kabupaten dalam wilayah Ex. Karesidenan Madiun akan tetapi hanya 2 regentschap saja yang mampu bertahan dan berstatus sebagai Kabupaten yaitu Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan. Adapun Ngawi yang berstatus sebagai Onder – Regentschap dinaikkan menjadi regentschap atau kabupaten, karena disamping letak geografisnya sangat menguntungkan juga memiliki potensi ynag cukup memadai.
4. Ngawi sebagai regentschap yang dikepalai oleh Regent Atau Bupati Raden Adipati Kertonegoro pada tahun 1834 (Almanak Naam Den Gregoriaanschen Stijl, Vor Het Jaar Na De Geboorte Van Jezus Christus,1834 Halaman 31)
Dari hasil penelitian tersebut di atas, apabila hari jadi ngawi ditetapkan pada saat berdirinya Onder – Regentschap pada tanggal 31 Agustus 1830 berarti akan memperingati berdirinya pemerintahan penjajahan di Ngawi, dan tidak mengakui kenyataan statusnya yang sudah ada sebelum masa penjajahan.
Dari penelusuran 4 (empat) status Ngawi di atas, Prasati Canggu yang merupakan sumber data tertua, digunakan sebagai penetapan hari jadi ngawi, yaitu pada tahun 1280 Saka atau pada tanggal 8 hari Sabtu Legi Bulan Rajab Tahun 1280 Saka, tepatnya pada tanggal 7 Juli 1358 Masehi (berdasarkan perhitungan menurut Lc. Damais) dengan status ngawi sebagai Daerah Swatantra dan Naditira Pradesa.
Sesuai dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ngawi dalam Surat Keputusannya Nomor 188.170/34/1986 tanggal 31 Desember 1986 tentang Persetujuan Terhadap Usulan Penetapan Hari Jadi Ngawi maka berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Ngawi Nomor 04 Tahun 1987 tanggal 14 Januari 1987, Tanggal 7 Juli 1358 Masehi Ditetapkan Sebagai ”Hari Jadi Ngawi”. sumber : Balitbangda Ngawi

ASAL USUL KOTA NGAWI 2

Asal-usul

Kata Ngawi berasal dari kata awi, bahasa Sanskerta yang berarti bambu dan mendapat imbuhan kata ng sehingga menjadi Ngawi. Dulu Ngawi banyak terdapat pohon bambu. Seperti halnya dengan nama-nama di daerah-daerah lain yang banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang di kaitkan dengan nama tumbuh-tumbuhan. Seperti Ngawi menunjukkan suatu tempat yang di sekitar pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang banyak ditumbuhi bambu.[3] Nama ngawi berasal dari “awi” atau “bambu” yang selanjutnya mendapat tambahan huruf sengau “ng” menjadi “ngawi”. Apabila diperhatikan, di Indonesia khususnya jawa, banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang dikaitkan dengan flora, seperti : Ciawi, Waringin Pitu, Pelem, Pakis, Manggis dan lain-lain.

Hari Jadi

Penelusuran Hari jadi Ngawi dimulai dari tahun 1975, dengan dikeluarkannya SK Bupati KDH Tk. II Ngawi Nomor Sek. 13/7/Drh, tanggal 27 Oktober 1975 dan nomor Sek 13/3/Drh, tanggal 21 April 1976. Ketua Panitia Penelitian atau penelusuran yang di ketuai oleh DPRD Kabupaten Dati II Ngawi. Dalam penelitian banyak ditemui kesulitan-kesulitan terutama narasumber atau para tokoh-tokoh masayarakat, namun mereka tetap melakukan penelitian lewat sejarah, peninggalalan purbakala dan dokumen-dokumen kuno.
Didalam kegiatan penelusuran tersebut dengan melalui proses sesuai dengan hasil sebagai berikut :
  • Pada tanggal 31 Agustus 1830, pernah ditetapkan sebagai Hari Jadi Ngawi dengan Surat Keputusan DPRD Kabupaten Dati II Ngawi tanggal 31 Maret 1978, Nomor Sek. 13/25/DPRD, yaitu berkaitan dengan ditetapkan Ngawi sebagai Order Regentschap oleh Pemerintah Hindia Belanda.
  • Pada tanggal 30 September 1983, dengan Keputusan DPRD Kabupaten Dati II Ngawi nomor 188.170/2/1983, ketetapan diatas diralat dengan alasan bahwa tanggal 31 Agustus 1830 sebagai Hari Jadi Ngawi dianggap kurang Nasionalis, pada tanggal dan bulan tersebut justru dianggap memperingati kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda.
  • Menyadari hal tersebut Pada tanggal 13 Desember 1983 dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi nomor 143 tahun 1983, dibentuk Panitia/Tim Penelusuran dan penulisan Sejarah Ngawi yang diktuai oleh Drs. Bapak Moestofa.
  • Pada tanggal 14 Oktober di sarangan telah melaksanakan simposium membahas Hari Jadi Ngawi oleh Bapak MM.Soekarto
K, Atmodjo dan Bapak MM. Soehardjo Hatmosoeprobo dengan hasil symposium tersebut menetapkan :
  • Menerima hasil penelusuran Bapak Soehardjo Hatmosoeprobo tentang Piagam Sultan Hamengku Buwono tanggal 2 Jumadilawal 1756 Aj, selanjutkan menetapkan bahwa pada tanggal 10 Nopember 1828 M, Ngawi ditetapkan sebagai daerah Narawita (pelungguh) Bupati Wedono Monco Negoro Wetan. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari perjalanan Sejarah Ngawi pada jaman kekuasaan Sultan Hamengku Buwono.
  • Menerima hasil penelitian Bapak MM. Soekarto K. Atmodjo tentang Prasasti Canggu tahun 1280 Saka pada masa pemerintahan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk. Selanjutmya menetapkan bahwa pada tanggal 7 Juli 1358 M, Ngawi ditetapkan sebagai Naditirapradesa (daerah penambangan) dan daerah swatantra. Peristiwa tersebut merupakan Hari Jadi Ngawi sepanjang belum diketahui data baru yang lebih tua.
Melalui Surat Keputusan nomor : 188.70/34/1986 tanggal 31 Desember 1986 DPRD Kabupaten Dati II Ngawi telah menyetujui tentang penetapan Hari Jadi Ngawi yaitu pada tanggal 7 Juli 1358 M. Dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi No. 04 Tahun 1987 pada tanggal 14 Januari 1987. Namun Demikian tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penelusuran lebih lanjut serta menerima masukan yang berkaitan dengan sejarah Ngawi sebagai penyempurnaan di kemudian hari.[3]

Wilayah

Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km2, di mana sekitar 40 persen atau sekitar 506,6 km2 berupa lahan sawah. Secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 19 kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan. Pada tahun 2004 berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) wilayah Kabupaten Ngawi terbagi ke dalam 19 kecamatan, namun karena prasaranan administrasi di kedua kecamatan baru belum terbentuk maka dalam publikasi ini masih menggunakan Perda yang lama.
Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7° 21’ - 7° 31’ Lintang Selatan dan 110° 10’ - 111° 40’ Bujur Timur. Topografi wilayah ini adalah berupa dataran tinggi dan tanah datar. Tercatat 4 kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora (keduanya termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah), dan Kabupaten Bojonegoro di utara, Kabupaten Madiun di timur, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun di selatan, serta Kabupaten Sragen (Jawa Tengah) di barat. Bagian utara merupakan perbukitan, bagian dari Pegunungan Kendeng. Bagian barat daya adalah kawasan pegunungan, bagian dari sistem Gunung Lawu (3.265 meter).[4]

Kecamatan

Kabupaten Ngawi terdiri atas 19 kecamatan yang terbagi dalam sejumlah 217 desa dan 4 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Ngawi.[rujukan?]
  1. Kecamatan Bringin.
  2. Kecamatan Geneng.
  3. Kecamatan Jogorogo.
  4. Kecamatan Karangjati.
  5. Kecamatan Kedunggalar.
  6. Kecamatan Kendal.
  7. Kecamatan Kwadungan.
  8. Kecamatan Mantingan.
  9. Kecamatan Ngawi.
  10. Kecamatan Ngrambe.
  11. Kecamatan Padas.
  12. Kecamatan Pangkur.
  13. Kecamatan Paron.
  14. Kecamatan Pitu.
  15. Kecamatan Sine.
  16. Kecamatan Widodaren.
  17. Kecamatan Karanganyar
  18. Kecamatan Kasreman
  19. Kecamatan Gerih

Transportasi

Kabupaten Ngawi dilintasi jalur utama Surabaya-Yogyakarta, jalur utama Cepu, Bojonegoro-Madiun dan menjadi gerbang utama Jawa Timur jalur selatan. Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api Jakarta-Yogyakarta-Bandung/Jakarta, namun tidak melewati ibukota kabupaten. Stasiun kereta api terdapat di Geneng, Paron, Kedunggalar, dan Walikukun. Disamping itu dari jalur tengah yang menghubungkan Solo ke ngawi ada beberapa jalur jalan klas III yang kemudian saling berkait dari paling barat mantingan-sine ngrambe, Gendingan-walikukun ngrambe jogorogo-keutara paron terus ngawi, sedangkan jogorogo ke timur kendal terus bisa ke Magetan, jalur ini sering dipakai sbg jalur alternatif apabila jalur utama mengalami gangguan misalnya banjir, sehingga kendaraan banyak yg melintasi jalur ini. dari kota Ngawi jalur pintas ke surabaya lewat karangjati terus ke caruban / surabaya

Pendidikan

Pondok Pesantren Gontor Putri 1, 2 terdapat di Desa Sambirejo, Kecamatan Mantingan , Kabupaten Ngawi, yakni di dekat perbatasan dengan Jawa Tengah. Ada juga Pondok Modern Darussalam Gontor Putri 3 yang terletak di Desa Karangbanyu, Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi yang berjarak sekitar 6 km dari Gontor Putri 1 dan 2.
Secara umum bidang pendidikan masih didominasi oleh sekolah negeri, terutama tingkat dasar. SD Negeri tersebar di semua desa melalui program SD Inpres. SMP Negeri masih terpusat di kota-kota kecamatan. Belum di semua kecamatan terdapat SMU Negeri.
SMA Negeri 1 Ngawi dan SMA Negeri 2 Ngawi adalah salah satu sekolah favorit di Kabupaten Ngawi yang mempunyai banyak kegiatan ekstra kurikuler. Sekolah ini banyak menghasilkan generasi penerus Ngawi yang tangguh dan berpotensi untuk membangun kota Ngawi. Salah satu organisasi yang dominan di SMA 1 Ngawi adalah Pramuka.
SMP Negeri 3 Ngrambe melahirkan banyak siswa yang berprestasi dan membawa harum nama kabupaten ngawi. Seperti Zulfika Angga Rachmadoni ( A.K.A Bambang)

Objek wisata

Sedangkan tempat rekreasi yang ada saat ini adalah Pemandian Tawun, Waduk Pondok, Air terjun Srambang, serta kebun Teh Jamus yang berhawa sejuk dan terdapat Kolam Pemandian di sekitar Perkebunan Teh tersebut. Perkebunan Teh ini terletak di Kecamatan Sine, Selain Kebun Teh Jamus di Kec. Sine, selain teh di kecamatan sine ada pula perkebunan karet yang dikelola oleh PTP XXIII Tretes Juga ada Bendungan Ndorjo yang lokasinya di Desa hargosari Dsn. Gondorejo. Selain itu terdapat juga situs purbakala Trinil yang menyimpan fosil Pithecanthropus erectus (Manusia kera berjalan tegak) pertama kali ditemukan oleh arkeolog Belanda bernama Eugene Dubois.
Gunung Liliran merupakan objek wisata ziarah yang terkenal bagi masyarakat Jawa. Pada bulan Muharam (Syura) para peziarah berdatangan ke puncak bukit pada siang dan malam hari. Sebagian dari mereka bersemadi di beberapa gua atau berziarah ke Makam Joko Buduk. Pemandangan dari puncak bukit memang sangat indah berupa pesawahan dan sungai yang meliuk ke arah utara menuju Bengawan Solo. Sayang hutan di Gunung Liliran tidak indah lagi karena tanaman pinus yang dikelola Perhutani kini banyak ditebangi.
Di daerah ini terdapat Benteng van Den Bosch yang digunakan oleh Belanda sebagai strategi Benteng Steelsel dalam upaya mempersempit ruang gerak Pangeran Diponegoro dalam perang gerilya. Benteng ini sekarang terbuka untuk umum.

Tokoh

Makanan khas

Makanan Khas Asli kota Ngawi Adalah Tepo Tahu (Pertama kali di buat oleh Bp Palio), kemudian Wedang Cemue. karena rasanya yang enak banyak tempat lain mengklaim cemue berasal dari daerahnya, tapi Cemue adalah benar benar Asli kota Ngawi, Sate ayam Ngawi juga mempunyai rasa yang berbeda dengan sate ayam daerah lain. Selain itu makanan ringan semacam Kripik tempe, ledre, dan Geti banyak terdapat di Ngawi, Nasi pecel Ngawi juga memiliki rasa yang khas berbeda dengan nasi pecel di kota lain.

Wisata kuliner

Di Ngawi terdapat berbagai franchise penjual makanan, dan juga makanan favorit di Ngawi, yakni tempe keripik yang dapat ditemukan di warung makan, restoran, dan warung rokok.

ASAL USUL KOTA NGAWI

ASAL MULA KOTA NGAWI

1
SEJARAH KABUPATEN NGAWI
I. Asal Usul Nama Ngawi.
Ngawi berasal dari kata “Awi” yang artinya Bambu yang
selanjutnya mendapat tambahan huruf sengau “Ng” menjadi
“NGAWI” . Seperti halnya dengan nama-nama di daerah-daerah lain
yang banyak sekali nama-nama tempat (desa) yang di kaitkan dengan
nama tumbuh-tumbuhan. Seperti Ngawi menunjukkan suatu tempat
yang di sekitar pinggir Bengawan Solo dan Bengawan Madiun yang
banyak ditumbuhi bambu.
II. SEJARAH HARI JADI NGAWI..
Penelusuran Hari jadi Ngawi dimulai dari tahun 1975, dengan
dikeluarkannya SK Bupati KDH Tk. II Ngawi Nomor Sek. 13/7/Drh,
tanggal 27 Oktober 1975 dan nomor Sek 13/3/Drh, tanggal 21 April
1976. Ketua Panitia Penelitian atau penelusuran yang di ketuai oleh
DPRD Kabupaten Dati Ii Ngawi. Dalam penelitian banyak ditemui
kesulitan-kesulitan terutama nara sumber atau para tokoh-tokoh
masayarakat, namun mereka tetap melakukan penelitian lewat
sejarah, peninggalalan purbakala dan dokumen-dokumen kuno.
Didalam kegiatan penelusuran tersebut dengan melalui proses sesuai
dengan hasil sebagai berikut ;
1. Pada tanggal 31 Agustus 1830, pernah ditetapkan sebagai Hari
Jadi Ngawi dengna Surat Keputusan DPRD Kabupoaten Dati II
Ngawi tanggal 31 Maret 1978, Nomor Sek. 13/25/DPRD, yaitu
berkaitan dengan ditetapkan Ngawi sebagai Order Regentschap
oleh Pemerintah Hindia Belanda.
2. Pada tanggal 30 September 1983, dengan Keputusan DPRD
Kabupaten Dati II Ngawi nomor 188.170/2/1983, ketetapan diatas
diralat dengan alas an bahwa tanggal 31 Agustus 1830 sebagai
Hari Jadi Ngawi dianggap kurang Nasionalis, pada tanggal dan
bulan tersebut justru dianggap memperingati kekuasaan
Pemerintah Hindia Belanda.
3. Menyadari hal tersebut Pada tanggal 13 Desember 1983 dengan
Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II Ngawi nomor 143 tahun 1983,
dibentuk Panitia/Tim Penelusuran dan penulisan Sejarah Ngawi
yang diktuai oleh Drs. Bapak MOESTOFA.
4. Pada tanggal 14 Oktober di sarangan telah melaksanakan
simposium membahas Hari Jadi Ngawi oleh Bapak MM.Soekarto
2
K, Atmodjo dan Bapak MM. Soehardjo Hatmosoeprobo dengan
hasil symposium tersebut menetapkan ;
a. Menerima hasil penelusuran Bapak Soehardjo
Hatmosoeprobo tentang Piagam Sultan Hamengku Buwono
tanggal 2 Jumadilawal 1756 Aj, selanjutkan menetapkan
bahwa pada tanggal 10 Nopember 1828 M, Ngawi ditetapkan
sebagai daerah Narawita (pelungguh) Bupati Wedono Monco
Negoro Wetan. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari
perjalanan Sejarah Ngawi pada jaman kekuasaan Sultan
Hamengku Buwono.
b. Menerima hasil penelitian Bapak MM. Soekarto K. Atmodjo
tentang Prasasti Canggu tahun 1280 Saka pada masa
pemerintahan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk.
Selanjutmya menetapkan bahwa pada tanggal 7 Juli 1358 M,
Ngawi ditetapkan sebagai Naditirapradesa (daerah
penambangan) dan daerah swatantra. Peristiwa tersebut
merupakan Hari Jadi Ngawi sepanjang belum diketahui data
baru yang lebih tua.
Melalui Surat Keputusan nomor : 188.70/34/1986 tanggal 31
Desember 1986 DPRD Kabupaten Dati II Ngawi telah menyetujui
tentang penetapan Hari Jadi Ngawi yaitu pada tanggal 7 Juli 1358
M. Dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati KDH Tk. II
Ngawi No. 04
Tahun 1987 pada tanggal 14 Januari 1987. Namun Demikian tidak
menutup kemungkinan untuk melakukan penelusuran lebih lanjut
serta menerima masukan yang berkaitan dengan sejarah Ngawi
sebagai penyempurnaan di kemudian hari.
III. LAMBANG KABUPATEN NGAWI.
Lambang Daerah Kabupaten Ngawi ditetapkan Berdasarkan
Peraturan Daerah No. 7 Tahun 1968 pada tanggal 24 Juli 1968.
Artikulasi Warna dan Gambar :
I. Warna :
1. Warna Putih artinya : Kesucian
2. Warna Kuning artinya : Kemasyhuran
3. Warna Merah artinya : Patriotik, Kebranian
3
4. Warna Hijau artinya : Kemakmuran
5. Warna Hitam artinya : Stabilitas, Ketangguhan
II. Gambar :
1. Bintang bersudut lima :
Ø Melambangkan pancaran Berketuhanan Yang Maha
Esa.
2. Api yang menyala dengan lidahnya lima buah berwarna
kuning dan bertepi merah :
Ø Melambangkan pancaran semangat Pancasila yang
senantiasa menerangi dan menjiwai penghidupan dan
perjuangan Daerah Kabupaten Ngawi.
3. Sebuah tulang batok kepala dan tulang paha berwearna
kuning didalam lingkaran berwarna merah terletak
ditengah-tengan lambang :
Ø Melambangkan bahwa nama Ngawi dikenal dan dicatat
dalam dunia keilmuan arkeologi dengan
diketemukannya sebuah tulang batok kepala dan tulang
paha dari mahkul purba Pithecanthropus Erectus pada
tahun 1891 oleh Dr.Eugene Dubois di desa Trinil
Kecamatan Kedunggalar Kabupaten Ngawi.
4. Garis lebar melintang berlekuk-lekuk dan bergelombang
bagian atas berwarna putih dan yang bawah berwarna
kuning, dari sebelah kiri menuju ketengah dan dari
sebelah kanan menuju ketengah lalu bertemu menjadi
satu :
Ø Melambangkan bahwa Ibu Kota daerah Kabupaten
Ngawi terletak didaerah pertemuan dua buah sungai
(bengawan Solo berwarna putih dan Bengawan Madiun
berwarna kuning).
5. Kelompok pepohonan berwarna hijau :
Ø Melambangkan bahwa daerah Kabupaten Ngawi dikenal
dengan daerah hutan jati yang memberikan hasil
kemakmuran.
4
6. Tulisan NGAWI terletak pada dasar berwarna putih
bagian kanan dan kiri berlekuk dan melengkung di
bagian tengahnya :
Ø Melambangkan Wilayah Daerah Kabupaten Ngawi terdiri
daerah pegunungan (kendeng) dan lereng Gunung
(lawu) serta dataran rendah.
7. Padi dan Kapas berwarna kuning dan putih di bagian
samping kanan dan kiri dari kedua sudut bintang:
Ø Melambangkan bahwa berkat ketaqwaan kepada Alloh
SWT membawa masyarakat Kabupaten Ngawi kepada
ketahanan dan kesempurnaan di bidang pangan,
sandang bagi kemakmuran yang adil dan merata.
8. Perisai sebagai latar belakang dari lambang berwarna
hitam dan bertepi merah dengan didalamnya terdapat
padi dan kapas masing-masing berjumlah tujuh belas,
pohon jati berjumlah delapan batang dan lekuk daun
jati berjumlah empat puluh lima ;
Ø Melambangkan semangat pertahan yang patriotic
bagi ketangguhan dan stabilitas Daerah Kabupaten
Ngawi yang merupakan bagian dari Negara
Republik Indonesia.
Garis lebar berlekung 4.
1. Bintang
2. Api
5
IV. PENINGGALAN SEJARAH, SENI DAN BUDAYA.
A. Sejarah ;
Selain penemuan benda-benda bersejarah di wilayah sekitar
Ngawi juga terdap tempat-tempat sejarah yang cukup terkenal
yaitu Jagara, Alas Ketangga dan Tawun. Dalam penelitian
diperkirakan ketiga tempat tersebut berhubvungan dengan
daerah di sekitar Ngawi.
1. Sejarah Negara Jagaraga.
Negara Jagaraga adalah suatu daerah yang terletak di
lereng Gunung Lawu dan disebelah selatan pegunungan
Kendeng. Jagaraga berasal dari kata (jaga=waspada,
raga=tubuh). Di dalam buku Valentijn menyebutkan daeah
Jagaraga (het landschap Jagaraga) dengan kotanya
bernama (de staad Jagaraga), terletak di daerah antara
gunung lawu dan Kali Semanggi (sekarang bernama
bengawan Solo), sedangkan Dr. NJ.Krom menyebutkan
letak Jagaraga di daerah Madiun. Nama Jagaraga tersebut
dalam prasasti tembaga Waringin Pitu yang diketemukan di
Desa Suradakan (Kabupaten Trenggalek) sekitar tahun
1369 Saka (1474 M). Serta buku Pararaton (terbit tahun
1613 m).
3. Tulang tengkorak dan
tulamg paha
Kelompok pepohonan 5.
Tulisan NGAWI 6.
7. Padi dan Kapas.
8. Perisai
6
Prasasti tembaga Waringin Pitu dikeluarkan oleh Raja
Widjayaparakramawardhana (Dyah Kerta Wijaya) pada
tahun 1369 Saka atau tepatnya 22 November 1474 m.
Prasasti ini menyebutkan tentang penguasa di Jagaraga
(paduka Bhattara ring Jagaraga) bernama Wijayandudewi
sebagai nama penobatan (nama raja bhiseka) atau
Wijayaduhita sebagai nama kecil (Garbhapra Sutinama),
seorang puteri yang mengaku keturunan Raden Wijaya.
(Kertarajasa Jayawardhana) pendiri Kerajaan Majapahit,
Prasasti ini juga memuji raja puteri (ratu) Jagaraga dengan
deretan kalimat (ansekerta) yang indah dan menurut
terjemahan Mr.Moh.Yamin adalah sebagai berikut ;
“Perintah Sang Parbu diiringi pula oleh Seri Paduka Batara
Jagaraga” ;
- Nan bertingkah laku lemah lembut gemulai dan
utama sesuai dengan kesetiaan kepada suaminya”.
- Nan dibersihkan kesadaran yang utama dan tidak
bercacat, yang kaki tangannya dihiasi perhiasan
utama, yaitu tingkah laku penuh kebajikan.
- Nan berhati sanubari sesuai dengan kenangkenangan
yang tidak putus-putusnya kepada suami.
2. Sejarah Negara Matahun.
Oleh para Sarjana wialayah di sebelah Barat Jagaraga di
seberang bengawan Sala di perkirakan wilayah kekuasaan
Negara Matahun , ini meliputi daerah atau Desa Tawun
yang saat sekarang ini di wilayah Kecamatan Padas
Kabupaten Ngawi yang terkenal dengan sendang bulusnya.
Menurut prasasti Waringin Pitu, Raja Matahun bernama
Dyah Samara Wijaya yang bergelar Wijayaparakrama, tetapi
menurut Prasasti Kusmala (batu tilis dari Kandangan, Pare
Kediri) berangkat tahun 1272 Saka atau 1350 M, yang
menjadi Raja Matahun adalah Paduka Bhatara Matahun)
adalah Sriwijayarajasa nantawikrama tunggadewa, yang
dikatakan telah berhasil membuat sebuah tanggul kokoh
kuat dan indah (Rawuhan atita durgga mahalip), sehingga
menyebabkan kegembiraan semua penduduk.
7
3. Alas Ketangga.
Sebagian masyarakat, Alas Ketangga dikaitkan dengan
“Jangka Jayabaya” . Oleh Dr. J.Brandes dalam
karangannya yang berjudul “Lets Over een ouderen
Dipanagara in verband met een
prototype van de voorspellingen van Jayabaya”. Dalam
karangannya menyebutkan bahwa sebua naskah Jawa
dimulai dengan kalimat yang berbunyi ;
“Punika serat jangka, cariosipun prabu Jayabaya ing
Moneng, nalika katamuan raja pandita saking Erum,
nama Maolana Ngali Samsujen”. (Ini kitab ramalan , cerita
Raja Jayabaya di Momenang pada waktu menerima tamu
raja pendeta dari Erun, bernama Maolana Ngali Samsujen).
Setelah itu disinggung nama kitab Musarar (Kitab Hasrar :
boek dergeheimenissen), yang berisi lamaran di seluruh
dunia (jangkaning jagad sedaya); dan diteruskan dengan
menyebut nama beberapa orang raja dan kerator dan juga
beberapa ramalan apabila diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia anatara lain sebagai berikut :
“Ada yang bernama Raden Amisan, menobatkan Ratu
Adil, dari tanah Arab, menguasai seluruh dunia, Radem
Amisan bernama Sultan Erucakra, waktu itu berhentilah
kekacauan Negara.
B. Seni dan Budaya ;
Kebudayaan daerah di Kabupaten Ngawi telah mengalami
pengikisan tanpa terasa, mengikuti kondisi dan situasi serta
pengaruh dari daerah sekitarnya bahkan dari luar daerah,
namun demikian seni dan budaya yang sampai saat ini masih
selalu di kenang dan di lestarikan adalah sebagai berikut ;
1. Seni Gaplik
Kesenian Gaplik berasal dari Desa Kendung Kecamatan
Kwadungan Kabupaten Ngawi, keseniaan ini mempunyai
maksud dan tujuan mengusir bala (mala petaka) yang
melanda desa. Nama Gaplik diambil dari nama orang yang
telah menciptakan dan mengembangkan kesenian tersebut
.Kesenian Gaplik dilaksanakan tiap tahun sekali, pada saat
dilakukan “bersih desa” didesa yang bersangkutan, yaitu
masa sehabis panen, didahului dengan upacara di
8
makam,dilanjutkan pentas kesenian Gaplik pada malam
harinya, di halaman rumah Kepala Desa.
a. Latar Belakang.
Di desa kendung pernah terjadi mala petaka, penduduk
banyak yang sakit dan meninggal, tanaman diserang
hama,di rampok atau dicuri. Pada saat itu ada seorang
penduduk yang kesurupan ( kemasukan Roh
),mengatakan bahwa desa akan
aman tentram bila diadakan keramaian dengan
pementasan“ Badut “ dan “ Tandak “(penari wanita) di
punden ( makam Desa kendung ).
b. Bentuk Kesenian
Merupakan pagelaran berbentuk arena terbuka, antara
pemain dan penonton saling berdekatan sehingga
menimbulkan komunikasi langsung dan lancar antara
pemain dan penonton, berdialog sambil berdiri.
c. Gerak dan Perwujudan kesenian
Para pemain terdiri dari seorang pria dan seorang wanita
sebagai peran utama, ditambah pelengkap seorang
sebagai peran anak. Pertunjukan diawali dengan
tandak/ penari gamyong.
- Peran Pria berpakaian seperti punakawan “Gareng”
dalam pewayangan, mengenakan topi serdadu
(Prajurit), membawa bilah bamboo sepanjang 1
meter. Tata rias wajah lucu dan menyolok. Tokoh ini
selain melakukan gerak humor juga dialog sesuai
dengan permasalahan yang ingin disampaikan
kepada masyarakat.
- Peran wanita, mengenakan kain kebaya, dengan tat
arias menarik dan menawan. Melakukan dialog
tentang kehidupan rumah tangga.
- Peran anak sebagai pelengkap, sekaligus
menyempurnakan suasana.
- Pertunjukan diiringi gending- gending jawa (
karawitan ) berirama dinamis.
9
Kesenian Gaplik yang semula dimaksudkan untuk
penolak bala,dalam perkembangannya
dimanfaatkan sebagai saran komunikasi antara
Pemerintah dan masyarakat,utamanya
menyampaikan informasi pembangunan dan
meningkatkan gairah berpartisipasinya masyarakat
terhadap pembangunan.
2. Upacara Adat Tawun
Dilaksanakan di Desa Tawun Kecamatan Padas, yang
terkenal dengan Sendang ( kolam alam ) keramat.
Dilaksanakan tiap tahun sekali ,hari selasa kliwon setelah
panen, sehabis gugurnya daun jati.
a. Latar Belakang
Sekitar abad 15, seorang pengembara bernama Ki
Ageng Tawun menemukan sendang, yang oleh
masyarakat setempat disebut Sendang Tawun. Disekitar
sendang itu Ki Ageng Tawun beserta keluarganya hidup
tentram;dan menggunakan sendang tersebut untuk
hidup sehari- hari ( mandi, masak, dan pertanian )
Ki Ageng mempunyai 2 putera Raden Lodojoyo dan
Raden Hascaryo, yang masing- masing mempunyai
perjalanan sebagai berikut:
- RADEN LODROJOYO
Mempunyai kegemaran berendam di sendang. Pada
suatu malam, malam Jum’at Legi, sekitar pukul
24.00, terdengar suara ledakan keras sehingga
membangunkan warga masyarakat setempat.
Raden Lodrojoyo yang sedang berendam seketika
menghilang, dan sendang pun yang semula berada
di selatan, pindah ke sebelah utara.Ki Ageng dan
masyarakat mengadakan pencarian Raden
Lodrojoyo di dalam sendang tersebut, sampai
dengan Hari Selasa Kliwon tapi tidak diketemukan.
- RADEN HASCARYO
10
Raden Sinorowito adalah putera Sultan Pajang yang
telah dating mengabdi kepada Ki Ageng Tawun.
Raden Sinorowito inilah yang kemudian yang
mengajak Raden Hascaryo menghadap dan
mengabdi kepada Sultan Pajang. Pada waktu terjadi
peperangan antara Pajang- Blambangan, Raden
Hascaryo diangkat sebagai Senopati Pajang. Oleh
Ki Ageng Tawun, Raden Hascaryo diberi Cinde
pusaka dan karena pusaka inilah maka puteranya
memperoleh kemenangan. Pada saat Raden
Hascaryo berperang melawan Blambangan, Ki
Ageng sakit keras dan akhirnya wafat, dimakamkan
disekitar sendang. Sampai sekarang makam
tersebut masih terpelihara.
b. Bentuk Upacara
Merupakan upacara bersih Desa, dengan membersihkan
Sendang Tawun dari berbagai macam kotoran, Lumpur
dan sampah sehingga air menjadi bening kembali.
Dipimpin oleh dua juru selam yang berpakaian sepasang
penganten, yang didahului penyajian sesaji
mengucapkan doa. Upacara adapt ini terdiri dari
serangkaian berbagai kegiatan diiringi gending- gending
Jawa (Karawitan). Bukan saja untuk mengungkapkan
rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa, sekaligus
mengenang masa kehidupan dan peranan Ki Ageng
Tawun beserta keluarganya.
c. Perwujudan upacara adapt.
1. Sesaji yang disejiakan terdiri dari 30 macam, termasuk
12 ekor panggang kambing, yang sebelum disembelih
dimandikan dulu di sendang 3 kali.
2. Juru selam dengan pakaian kebesarannya melakukan
penyelaman sambil membersihkan sendang, diikuti
oleh penduduk yang lain (tanpa menyelam) dan
dilanjutkan dengan kegiatan lainnya seperti ;
Ø Sekelompok orang berjalan melintasi sendang dari
timur ke barat dengan membawa tumpeng.
Ø Perebutan tumpeng dan makan bersama.
Ø Penuangan air tape ke sendang sebagai penjernih
air.
11
Ø Permainan pecut (sebatang ranting kecil panjang)
berpasang-pasangan sasaran lutut kebawah,
sebagai ungkapan latihan perang antara prajurit
dengan senopati.
Ø Tarian bersama sebagai penutup upacara bersih
desa.
3. Tari Orek-orek.
Tari ini sebenarnya berasal dari daerah Jawa Tengah yang
kemudian di kembangkan di Kabuapten Ngawi.
- Bentuk Kesenian ;
Merupakan tarian dengan gerak dinamis dengan pemain
terdiri dari pria, wanita berpasangan. Menggambarkan
muda mudi masyarakat desa yang sehabis kerja berat
gotong royong, melakukan tarian gembira ria untuk
melepaskan lelah.
3. Gerak kesenian ;
Dapat dilakukan oleh sepasang muda-mudi atau beberapa
pasang secara masal. Tat arias dan kostum meriah dan
menarik sehingga menggambarkan keadaan muda-mudi
desa yang tangkas dan dinamis.
4. Tari Penthul Melikan.
Tari ini berasal dari Desa Melikan Tempuran Kecamatan
Paron, dimaksudkan untuk menghibur masyarakat Desa
pada upacara hari-hari besar. Sebagai rasa syukur dan
ungkapan gembira masyarakat desa yang telah berhasil
membangun sebuah jembatan, masyarakat sepakat untuk
membuat suatu tontonan/hiburan yang menarik dan lucu.
Sesuai dengan keadaan masyarakat pada waktu itu yang
serba mistik, mempunyai keyakinan dan kepercayaan
tentang kemampuan indra keenam yang memungkinkan
seseorang berkomunikasi dengan masa lampau. Adapun
pencipta Tari Penthul Melikan adalah ;
1. Kyai Munajahum, seseorang guru Torikhoh akmaliyah
(aliran kebatinan Islam).
2. Hardjodinomo, seorang guru Torikhoh akmaliyah,
sekaligus mempunyai kedudukan sebagai Pamong Desa
12
(kamituwa), pejuang kemerdekaan RI, berpendidikan
Pondok pesantren dan mempunyai keahlian sebagai
tukang pijat.
3. Syahid, seorang tokoh masyarakat berpendidikan HIS.
4. Yanudi, seorang goro Torikhoh akmaliyah, tidak
bersekolah dan sebagai pejuang kemerdekaan RI.
4. Bentuk Kesenian.
Bentuk tarian yang berfungsi sebagai media hiburan
dan media pendidikan. Para pemain mengenakan
topeng terbuat dari kayu, melambangkan watak
manusia yang berbeda-beda tetapi bersatu dalam
kerja. Diiringi dengan gending jawa yang sedikit
mendapat pengaruh reog ponorogo. Gerak tarian
diarahkan sebagai lambang menyembah kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan mengajak manusia untuk
hidup bersatu demi terwujudnya suasana aman dan
damai.
- Gerak Kesenian
Gerak tarian berbentuk barisan setengah lingkar dan
setiap gerakan mengandung makna ;
T Tangan mengacungkan telunjuk keatas artinya itu
Esa dan matahari itu satu. Matahari adalah
ciptaan Tuhan yang sangat bernilai bagi
kehidupan manusia.
T Dua tangan mengadah ke depan, artinya ajakan
untuk maju dalam menyembah kepada Tuhan dan
maju dalam bekerja.
T Tangan mengacungkan jari telunjuk diatas kepala
dengan gerakan melingkar artinya ; jagad raya,
matahari rembulan itu berbentuk bulat, suatu
bentuk yang sempurna.
T Tangan dirangkai artinya hidup bermasyarakat
harus bersatu dan saling talang menolong.
T Dua tangan mengembang di depan hidung artinya
kegunaan dan peran dari pernafasan dalam
torikhoh akmaliyah adalah cukup penting.
13
T Telunjuk menunjuk kedepan artinya piwulang
tersebut merupakan piwulang yang baik untuk
mengalahkan nafsu angkara murka.
T Dua tangan yang mengembang diatas kepala
artinya kegembiraan berhasil mencapai
tujuan.
V. PENINGGALAN ZAMAN ARKEOLOGI KLASIK.
a. Kepurbakalaan Trinil
Kepurbakalaan Trinil terletak di Dukuh Pilang, Desa Kawu,
Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi. Berjarak kurang
lebih 14 Km dari Kota Ngawi kea rah Barat daya pada Km 11
jalan raya jurusan Ngawi Solo terdapat pertigaan belok kekanan
arah utara menelusuri jalan beraspal sepanjang 3 Km menuju
Museum Trinil dan sekitarnya. Pada sudut tenggara di halaman
museum berdiri monument yang didirikan oleh EUGENE
DOUBIS yang menunjukkan posisi temuan Pithecanthropus I
pada tahun 1891/1893.
Sejarah penelitian Palacoanthropologi di Indonesia. :
Penelitian ilmiah tentang fosil manusia dikelompokkan menjadi 3
tahap :
Tahap I tahun 1889 – 1909.
Tahap II tahun 1931 – 1941
Tahap III tahun 1952 sampai sekarang.
1. Penemuan dan penelitian fosil manusia Purba tahap I
dikalukan oleh Van Rietroboten dan Eugene Debois di wajak
dekat campur darat Tulungagung pada tahun 1889 dan
1890, manusia disebut Homo Wajakensis.
Pernemuan berikutnya di daerah Trini Ngawi mulai tahun
1890 – 1907 berupa gigi geraham, atap tengkorak dan
lainnya, milik
Pithecanthropun erectus. Kemudian tahun 1907 – 1908
Nj.Selenka mengadakan penyelidikan dan penggalian di
Trinil tidak menemukan fosil manusia tetapi banyak
menemukan fosil hewan dan tumbuhan, sehingga berguna
dalam memahami lingkungan plestosin tengah di daerah
tersebut.
14
2. Penemuan dan Penelitian manusia Purba tahap II tahun
1931-1933 oleh Ter Haar, oppenoorth dan Von Koenigswald
menemukan sejumlah besar tengkorak dan tulang kering
Pithecanthropus Soloensis di Ngandong. Kabupaten Blora.
Selanjutnya tahun 1936 Tjokrohandojo di bawah pimpinan
Dufyes menemukan Mojokertensis. Tahun 1936 – 1941
dilakukan penyelidikan di daerah Sangiran Surakarta oleh
Von Koenigswald, penemuannya berupa Pithecanthropus
Erctus dan Meganthropus Palacojavanicus.
3. Penyelidikan Tahap III mulai tahun 1952 di daerah Sangiran
menemukan PithecanthropusSoloensis, kemudian di
Sambung Macan Sragen dan lainnya.
Hasil penelitian Tahap I disimpan di Leiden Belanda
Hasil penelitian Tahap II disimpan di Frankfurt Jerman.
Hasil penelitian Tahap III disimpan di laboratorium
Palacoantropologi Yogyakarta Indonesia.
b. Manusia Trinil
Lokasi di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar,
Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Lokasi ini merupakan salah satu
tempat hunian manusia masa Plestosin tengah kurang lebih 1
juta tahun yang lalu, ditemukan manisia purba serta fauna dan
flora.
1. Tahun 1890 Eugene Dubois menemukan gigi geraham
Pithecanthropus erectus yang diberi kode Trinil I.
2. Tahun 1891 ditemukan atap tengkorak diberi kode Trinil 2
menunjukkan ciri – ciri makhluk setengah manusia setengah
kera yaitu volume otaknya 900 cc. Bentuk dahi menonjol
dan belakangnya dibatasi penyempitan yang menyolok,
tulang kepala bagian bawah tempat pelekatan otot – otot
tengkorak luas menunjukkan makhluk ini otaknya belum
berkembang, gigi geraham alat kunyah besar dan kuat.
3. Tahun 1892 menemukan tulang paha kiri diberi kode Trinil 3
diduga merupakan milik perempuan dengan tinggi 168 cm.
Batang tulang tulang lurus tempat pelekatan sangat nyata
yang menunjukkan makhluk tersebut berdiri tegak, oleh
15
Eugene Dubois dinamakan Pithecanthropus erectus.
Menurut Darwin merupakan “ Missing Link” atau rantai
penghubung antara manusia dan binatang leluhurnya yang
hilang berdasarkan teori evolusi manusia. Pendapat Eugene
Dubois dalam karangannya yang pertama berjudul Java
tahun 1894, Namun penelitian yang dilakukan oleh T. Yakop
terhadap tulang paha menunjukkan ada persamaan dengan
tulang manusia sekarang dan menyebutkan Homo Erectus.
4. Tahun 1900 ditemukan Fragmen tulang oleh Eugene Dubois
diberi kode Trinil 4,5,6, dan 7.
Trinil 4 adalah tulang paha kanan.
Trinil 5 adalah batang tulang paha kiri tanpa ujung.
Trinil 6 sama dengan Trinil 4 dan Trinil 7 adalah fragmen
tulang paha kanan diduga pasangan dari Trinil 5 karena
bentuk dan lebar yang sama. Dari penemuan fosil – fosil
tulang paha dapat diketahui bahwa tinggi tubuh
pithecanthropus erectus berkisar antara 160 cm hingga 170
cm dan berat badannya sekitar 104 kg. semula Eugene
Dubois mengemukakan dugaan bahwa umur manusia Trinil
atau Pithecanthropus erectus hidup pada jaman Plestosin
awal. Unsur tulangnya berganti dengan mineral terutama
calsium fosfat dan calsium karbonat. Pada fosil terdapat
unsure fluor merupakan fosil masa plestosin.
16
Fragmen Manusia Trinil di Desa Kawu Kecamatan
Kedunggalar
c. Fauna dan Flora Trinil
Tahun 1907 – 1908 H. Eleonare selenka melaksanakan
penggalian sistematis di lokasi tempat penemuan
Pithecanthropus erectus. Hasil ekskavasinya ditemukan
sejumlah besar fosil hewan yang hidup dalam masa pletosin
tengah. Temuan fosil hewan diteliti oleh Eugene Dubois, Martin
dan von Koenigswald, hasilnya dapat diketahui jenis fauna yang
hidup pada masa plestosin tengah di wilayah Trinil antara lain :
d. Primata
1. Pithecanthopus erectus Dubois
2. Pithecanthropus Soloensis
3. Pongo Pygmaesus Hoppins.
4. Symphalangus Syndoctylus Raffles.
5. Hyaobates Ofmeloch Andebert.
6. Trachypithecus Cristatus raffles
7. Nacaca Fascicalois.
e. Proboscidea
1. Stegodon trigonocephalus Martin.
2. Elephos Hysudrindicus Dubois
3. Crytomastodon Marti Von Koeningwald.
f. Ungulata
1. Rhinoceros Sondaicus Desmarst.
2. Rhinoceros Kendengidicus Dubois
3. Tapirus Of AngostusMet G.
4. Sus Magragnatus Dubois
5. Sus Brachygnatus Dubois
6. Hipopotamus sivajavanicus Dubois
7. Cervus ( Axis ) Lydekkin Martin
8. Cervus (Rusa ) Heppelaphus Cuvier.
9. Muntiacus Muntjae Kendegen sis Streunne.
10. Tragulus Konchil Raffles.
11. Doboisa Santeng Dobois.
12. Epilotobus Groeneveldtii Dobois.
13. Bebos Palaeosondaicus Dubois.
14. Bubalus Palaeoherabos Dubois.
17
15. Bubalus Sp.
g. Carnivora
1. Felis Palaeojavanicus Sterune
2. Felis Trigis Linnocus
3. Felis Pardus Linoccus
4. Felis Bengbensis Kerr
5. Paradoxurus Hermaproditus Pall.
6. Artictus Binturong Raffles
7. Viverricula Palachensis Gml.
8. Vivera div. Spec
9. Mececyon Trinilensis Streunne
10. Cuon Sangiranensis
11. Ursus Melayanos Raffles.
12. Gutra of Einerer Illeg.
13. Gutra of Sumatrana.
h. Insectivera :
1. Echinosores Sp.
i. Rodentia :
1. Sepus Negricollis Cuvier.
2. Sepus Lapes Brachyrus Hinnacus.
3. Nyantrix Sp.
4. Rhiscmys of Sumatraensis Raffles.
5. Rattus Sp.
Hasil penggalian H.Eleonare Selenka di Trinil tentang alam
tumbuhan dikatakan Julius Schuter terdapat 52 spesies
tumbuhan fosil didalam endapan lahar. Dari 52 spesies hanya
21 spesies yang masih hidup hingga kini dan 4 spesies
sekarang masih hidup di daerah Trinil.
j. Peninggalan zaman kebudayaan Jawa Hindu.
Yaitu jaman kebudayaan Jawa Hindu ketika bangsa Indonesia
sudah mengenal tulisan sampai dengan runtuhnya kerajaan
Majapahit.
Seperti peninggalan Candi dan Arca Batu.
18
1. Arca Ganesa di dukuh Pendem Desa Pucangan Kecamatan
Ngrambe.
Arca Ganeca di desa Pucangan
Kecamatan Ngrambe
2. Arca Nandi di tengah halaman SMP Ngrambe, Nandi adalah
wahana dewa Siwa, Wahana (bahasa Sansekerta) artinya
kendaraan (rinding animal).
Koleksi Arca Nandi (wahana =
kendaraan) Dewa Siwa.
19
3. Pragmen-pragmen Percandian di desa Tulakan Kecamatan
Sine, yang berupa batu Gilang.
Batu Gilang di Desa Ploso Kecamatan
Kendal.
4. Peninggalan Prasasti Batu dan Tembaga;
a. Prasasti Canggu (terbuat dari tembaga).
@ Merupakan Peninggalan jaman Majapahit pada tahun
Saka 1280 (1358 M) yaitu pada jaman Pemerintahan
Hayam Wuruk (Sri Rajasanagara) Dalam Prasasti ini
menyebutkan nama Ngawi sebagai desa
penambangan atau penyeberangan (naditira pradesa)
ataupun sebagai daerah Swatantra. Prasasti Canggu
berupa lempengan tembaga berbentuk empat persegi
panjang berukuran panjang 36,5 cm, lebar 10,4 cm.
Prasati ini seluruhnya berjumlah 11 lempengan tetapi
baru diketemukan 5 lempengen. Pada saat ini
lempengan Prasasti Cangu tersebut berada di
Museum Jakarta dengan kode E 54 C.
@ Prasasti Batu dari Desa Sine Kecamatan Sine dalam
ROD tersebut sebuah prasasti pada tahun Saka 1381
(1459 M), terdapat tulisan “Ong dana pasagira Werit
prami, Saka kala 1381” yang artinya “Ong dana
pemberian (upeti) (Dana = pemberian) Werit prami =
20
raja putri (ratu). Berdasarkan prasasti tersebut
diperkirakan Abad XIV daerah Sine termasuk wilayah
kekuasaan seorang raja puteri (ratu) dan atas
kebaikan masyarakat di daerah ini telah mendapatkan
hadiah dari ratu.
Prasasti Canggu terbuat dari tembaga
(lempeng 5) tahun - 1358M
k. Peninggalan Zaman Kuno Belanda
Peninggalan Belanda yang terkenal di Kabupaten Ngawi berupa
sebuah benteng Van de Bosch terletak di dalam Kota di pojok
timur laut, disudut pertemuan antara Bengawan Solo dengan
Bengawan Madiun.
Dibangun pada tahun 1839 – 1845 M, oleh Pemerintah Hindia
Belanda. Pada waktu itu Ngawi mempunyai kedudukan sangat
penting di bidang transportasi yaitu sebagai urat nadi lalu lintas
antara Madiun – Rembang, Surakarta – Madiun – Gersik dan
Surabaya. Untuk mempertahankan kedudukan Strategis dan
fungsi Ngawi. Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah
benteng pertahanan yang kemudian di sebut Benteng Van Den
Bosch, oleh masyarakat Ngawi disebut Benteng Pendem,
karena seolah olah nampak terpendam dikelilingi oleh parit yang
lebar dan dalam yang dialiri oleh air dari sungai.

Benteng Van De Bosch Peninggalan Pemerintah Hindia Belanda
di Bangun pada tahun (1839-1845).
Peninggalan Belanda yang tidak kalah pentingnya adalah jembatan
Dungus yang pernah dihancurkan Belanda untuk menghambat
masuknya tentara Jepang di Ngawi.
Jembatan Dungus yang pernah dihancurkan
oleh Belanda untuk menghambat masuknya
tentara Jepang.